Jika ayah masih sering habiskan waktu main game, main hape tanpa guna, lihat video-video yang tidak manfaat apalagi haram, anak akan mudah meniru seperti itu.
Sebaliknya, jika ayah sibukkan waktu dengan kebaikan, beramal saleh, rajin belajar, rajin membaca, rajin menghadiri majelis ilmu secara luring ataupun daring, anak akan punya sifat yang sama.
“Children see, children do”
Ingatlah anak itu akan meniru orang dewasa yang dijadikan panutannya, mulai dari merokok, melakukan kegiatan kekerasan dalam rumah tangga. Juga sebaliknya hal-hal baik akan mudah ditiru oleh anak. Orang tua tentu lebih dekat pada anak dan jadi panutan.
Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah mengatakan pada anaknya,
لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ رَجَاءً أَنْ أُحْفَظَ فِيْكَ
“Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan supaya Allah selalu menjagamu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467). Kenapa Said melakukan seperti itu? Agar shalat sunnah mudah dicontoh pula oleh anaknya.
Di samping itu, para ulama memaknakan perkataan Sa’id adalah ia memperbanyak shalat, agar bisa memperbanyak doa kepada Allah kepada anaknya di dalam shalat. (Fiqh Tarbiyah Al-Abna‘, Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, hlm. 24)
Sekolah terbaik adalah keluarga
Ini kesimpulan sangat tepat, sekolah terbaik adalah keluarga. Demikian kata Ustadz Budiansyah.
Bagaimana anak bisa berakhlak mulia? Sedangkan di rumah, orang tuanya sering bertengkar, sering marah-marah, sering berkata kasar, dan cuek pada anak-anaknya.
Kata Ustadz Budiansyah, sangat mustahil mengharapkan anak menjadi bertakwa, rajin shalat, rajin shalat berjamaah (di masjid bagi pria), mampu menghafal Al-Qur’an dengan baik, semangat dalam menuntut ilmu agama, sedangkan orang tuanya sendiri cuek terhadap agama, ayahnya malas shalat dan malas ke masjid, ayah bunda malas duduk dalam majelis ilmu, juga ayah bundanya malas berinteraksi dengan Al-Qur’an Al-Karim.
Kenyataannya, panutan anak-anak adalah orang tuanya, bukan gurunya. Sebagian anak-anak bahkan bercita-cita ingin seperti orang tuanya. Ayah bagi seorang anak laki-laki adalah teladan, sedangkan ayah bagi anak perempuan adalah cinta pertama mereka. Bunda untuk anak laki-laki dan perempuannya adalah bagaikan malaikat pelindung.
Orang tua yang mengoreksi dirinya
Satu rahasia kecil, para ulama dan orang bijak terdahulu jika mendapati anaknya berbuat kurang baik, berkata tidak jujur, sulit diatur, maka mereka pertama kali akan menyalahkan diri mereka sendiri, bahkan menghukum diri mereka sendiri.
Sebagian salaf sampai berkata,
إِنِّي لَأَعْصِيَ اللهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ فِي خُلُقِ خَادِمِي وَدَابَّتِي
“Sungguh jika aku bermaksiat kepada Allah, maka aku akan temui pengaruh jeleknya pada akhlak pembantu hingga perangai buruk pada hewan tungganganku.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Siapa saja yang melalaikan hak Allah, Allah pun akan menyia-nyiakannya. Allah akan menyia-nyiakannya di antara makhluk hingga ia mendapati mudarat dan gangguan dari keluarga dan lainnya, padahal ia harapkan mereka bisa memberikan manfaat.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468)
Kembali ke bahasan awal, ingat kaidah dari Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, beliau mengatakan, “Di antara dampak amal saleh dari orang tua pada anak adalah anak akan meneladani amal yang dilakukan orang tuanya.”
Baca juga: Anak akan Selalu Mencontoh Perbuatan Orang Tua
Ingat selalu peribahasa: BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHONNYA. Semoga kita dapat menjadi orang tua yang memberi suri tauladan yang baik untuk anak-anak kita dan moga kita terlindungi dari setiap kejelekan yang dapat ditiru.
Referensi:
- Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
- Fiqh Tarbiyah Al-Abna’ wa Thaifah min Nashahih Al-Athibba’. Cetakan Tahun 1423 H. Syaikh Musthafa bin Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu Rajab.
- Pesan Whatsapp dari Ustadz Budiansyah Abu Nizar
—
Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 7 Rajab 1442 H, 19 Februari 2021
Artikel Ruqoyyah.Com