Anak Durhaka Saat Orang Tua Sakit

Cukup sedih saja lihat ada anak yang merawat orang tua yang sudah kena stroke. Saat memandikan orang tuanya, ia malah memukul badan orang tuanya hingga memar-memar. Itu terjadi karena anak tidak sabar merawat orang tuanya yang sudah berusia lanjut dan berpenyakitan. Kami cuma katakan, hidup anak ini tidak akan selamat, hidupnya tidak akan berkah.  

Itu Durhaka

Anak tersebut disebut anak yang durhaka. Kenapa? Imam Nawawi dalam Shahih Muslim (2: 77) berkata: ” ‘Uququl walidain atau durhaka pada orang tua adalah segala bentuk menyakiti orang tua.” Kata Kasar, Keras, dan Menyakitkan Orang tua kita yang kena stroke pun punya hak dari kita sebagai anak untuk berbakti padanya.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23) Kata Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari yang dimaksud dengan ayat di atas,

 فلا تؤفف من شيء تراه من أحدهما أو منهما مما يتأذّى به الناس، ولكن اصبر على ذلك منهما، واحتسب في الأجر صبرك عليه منهما، كما صبرا عليك في صغرك

“Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.” Mengenai maksud berkata uff (ah) dalam ayat, dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari,

كلّ ما غلظ من الكلام وقبُح

“Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.)” Lihatlah pada ayat di atas, berkata kasar semacam itu tidak boleh dilakukan saat orang tua berusia lanjut. Karena memang anak ketika itu tidak sabar untuk mengurus orang tuanya sendiri. Maka Allah peringatkan. Ingatlah orang tua yang berusia lanjut -walau stroke- tetap masih bisa mendoakan jelek pada anaknya kalau ia dalam keadaan kecewa berat. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا

“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)  

Dosa Durhaka pada Orang Tua

Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.”Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga ucapan (sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari; Muslim) Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ

“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [diakhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud; Ibnu Majah; Tirmidzi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)  

Bentuk Durhaka

’Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma berkata,

إبكاء الوالدين من العقوق

”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.” Mujahid rahimahullah mengatakan,

لا ينبغي للولد أن يدفع يد والده إذا ضربه، ومن شد النظر إلى والديه لم يبرهما، ومن أدخل عليهما ما يحزنهما فقد عقهما

“Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.” Ka’ab Al-Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,

إذا أمرك والدك بشيء فلم تطعهما فقد عققتهما العقوق كله

“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain, hlm. 8 karya Ibnul Jauziy)  

Mumpung Masih Terbuka Pintu Itu

Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900; Ibnu Majah no. 3663; Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9). Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah pada kita untuk bisa berbakti pada orang tua kita, juga bersabar dalam menghadapi mereka di usia tua. Moga Allah membukakan pintu surga pada kita semua karena bentuk bakti tersebut. —- Disusun @ Rejeki 3, Ambon, menjelang Shubuh 23 Muharram 1438 H Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Mendidik Anak Sejak Dini

Pendidikan agama sejak dini hendaklah sudah ada di rumah keluarga muslim. Didikan tersebut bukan menunggu dari pengajaran di sekolah atau di taman pembelajaran Al Qur’an (TPA). Namun sejak di rumah, orang tua sepatutnya sudah mendidik anak tentang akidah dan cara beribadah yang benar. Kalau memang orang tua tidak bisa mendidik demikian, hendaklah anak diarahkan ke pre-school atau sekolah yang Islami sehingga ia sudah punya bekal agama sejak kecil. Setiap orang tua tentu sangat menginginkan sekali anak penyejuk mata. Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah (13: 11) disebutkan, “Bapak dan ibu serta seorang wali dari anak hendaknya sudah mengajarkan sejak dini hal-hal yang diperlukan anak ketika ia baligh nanti. Hendaklah anak sudah diajarkan akidah yang benar mengenai keimanan kepada Allah, malaikat, Al Qur’an, Rasul dan hari akhir. Begitu pula hendaknya anak diajarkan ibadah yang benar. Anak semestinya diarahkan untuk mengerti shalat, puasa, thoharoh (bersuci) dan semacamnya.” Perintah yang disebutkan di atas adalah pengamalan dari sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Kembali dilanjutkan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, “Hendaklah anak juga diperkenalkan haramnya zina dan liwath, juga diterangkan mengenai haramnya mencuri, meminum khomr (miras), haramnya dusta, ghibah dan maksiat semacam itu. Sebagaimana pula diajarkan bahwa jika sudah baligh (dewasa), maka sang anak akan dibebankan berbagai kewajiban. Dan diajarkan pula pada anak kapan ia disebut baligh.” (idem) Perintah untuk mendidik anak di sini berdasarkan ayat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim: 6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah, “Beritahukanlah adab dan ajarilah keluargamu.” Di atas telah disebutkan tentang perintah mengajak anak untuk shalat. Di masa para sahabat, mereka juga mendidik anak-anak mereka untuk berpuasa. Mereka sengaja memberikan mainan pada anak-anak supaya sibuk bermain ketika mereka rasakan lapar. Tak tahunya, mereka terus sibuk bermain hingga waktu berbuka (waktu Maghrib) tiba. Begitu pula dalam rangka mendidik anak, para sahabat dahulu mendahulukan anak-anak untuk menjadi imam ketika mereka telah banyak hafalan Al Qur’an. Begitu pula Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022). Praktek dari Ibnu ‘Abbas, ia sampai-sampai mengikat kaki muridnya yang masih belia yaitu ‘Ikrimah supaya muridnya tersebut bisa dengan mudah menghafal Al Qur’an dan hadits. Lihat bahasan ini di Fiqh Tarbiyatil Abna’ karya Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 86-87. Semoga Allah menganugerahi kepada anak-anak kita sebagai penyejuk mata bagi orang tua. Mudah-mudahkan kita diberi taufik untuk mendidik mereka menjadi generasi yang lebih baik.

Hanya Allah yang memberi hidayah dan kemudahan.

  Sumber : https://rumaysho.com/