Apa itu Puasa, Syarat Wajib dan Rukun Puasa?

Apa itu puasa? Apa saja syarat wajib puasa? Apa saja rukun puasa? Secara bahasa, puasa itu berarti al-imsak, yaitu menahan diri. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari hal tertentu, dilakukan oleh orang tertentu dan pada waktu tertentu, serta dijalankan dengan berbagai syarat.

SYARAT WAJIB PUASA

  1. Islam
  2. Balig
  3. Berakal
  4. Mampu menjalankan puasa
Berarti:
  • Orang kafir tidak wajib puasa.
  • Anak yang belum balig tidak wajib puasa, tetapi diajak untuk belajar puasa.
  • Orang gila tidak wajib puasa.
  • Orang yang sakitnya tidak kunjung sembuh tidak wajib puasa.
 

RUKUN PUASA

  1. Berniat
  2. Menahan diri dari berbagai pembatal puasa
Rukun puasa ini dilakukan dari terbit fajar Shubuh hingga terbenam matahari sebagaimana ayat,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al -Baqarah: 187). Baca Juga: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Puasa itu untuk Mencapai Takwa

Puasa itu untuk menggapai derajat takwa, bukan hanya untuk sehat. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dalam kitab tafsirnya mengatakan kenapa puasa bisa mencapai takwa, ringkasnya:
  1. Dalam puasa, kita meninggalkan apa yang Allah larang.
  2. Dalam puasa, kita melatih diri agar semakin dekat pada Allah.
  3. Dalam puasa, kita mengekang jalannya setan pada aliran darah sehingga saluran setan menyempit, lalu maksiat berkurang.
  4. Dalam puasa, kita semakin giat melakukan ketaatan.
  5. Dalam puasa, orang kaya akan merasakan derita orang miskin.
Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Kisah Nabi Ibrahim dan Cecak yang Memperbesar Apinya

Cecak termasuk hewan fasik. Siapa yang membunuh cecak ternyata bisa raih pahala. Kenapa cecak diperintahkan dibunuh? Sejarahnya sebagai berikut. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh tokek. Beliau menyebut hewan ini dengan hewan yang fasik.” (HR. Muslim, no. 2238). Imam Nawawi rahimahullah membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada judul Bab “Dianjurkannya membunuh cecak.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Barang siapa yang membunuh cecak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan, dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua.” (HR. Muslim, no. 2240) Baca Juga: Hukum Membunuh Semut dan Kecoak yang Mengganggu Dari Ummu Syarik radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ « كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cecak. Beliau bersabda, “Dahulu cecak ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim ‘alaihis salam.” (HR. Bukhari, no. 3359) Kata Imam Nawawi, satu riwayat menyebutkan bahwa membunuh cecak akan mendapatkan seratus kebaikan. Dalam riwayat lain, membunuh cecak mendapatkan tujuh puluh kebaikan. Kesimpulan dari Imam Nawawi, semakin besar kebaikan atau pahala dilihat dari niat dan keikhlasan, juga dilihat dari makin sempurna atau kurangnya keadaan. Seratus kebaikan yang disebut adalah jika sempurna, tujuh puluh jika niatannya untuk selain Allah. Wallahu a’lam.  (Syarh Shahih Muslim, 14: 210-211) Baca Juga: — Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Kisah Nabi Ibrahim Dibakar

Kita melanjutkan kisah Nabi Ibrahim setelah menghancurkan berhala kaumnya. (Simak disini: Kisah Nabi Ibrahim, Dakwah Ibrahim pada Orang Tua dan Kaumnya)

Nabi Ibrahim Dicari dan Dibakar

Ketika mereka pulang dari perayaan dan mendapati apa yang terjadi dengan tuhannya, seketika mereka bertanya dengan pertanyaan pengingkaran perihal siapa yang melakukan perbuatan ini kepada tuhan-tuhan mereka. Mereka menyebutkan bahwa ada seorang pemuda bernama Ibrahim yang mencela dan menghina tuhan mereka. Dalam ayat disebutkan,

قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ

Mereka berkata: “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan”.” (QS. Al-Anbiya’: 61). Maksudnya ke hadapan pemuka kaum yang terbesar di hadapan para saksi agar mereka dapat memberikan kesaksian atau ucapannya dan memperdengarkan perkataannya. Ini adalah tujuan terbesar yang ingin dicapai oleh Al-Khalil Ibrahim ‘alaihis salam, yaitu manusia seluruhnya berkumpul sehingga beliau dapat menegakkan hujah kepada setiap orang yang beribadah kepada berhala atas kebatilan ideologi dan perbuatan mereka. Sebagaimana Nabi Musa ‘alaihis salam pernah berkata kepada Fir’aun,

قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى

Berkata Musa: “Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik“.” (QS. Thaha: 59) Ketika mereka telah berkumpul dan menyeret Ibrahim di hadapan mereka,

قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ , قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ

“Mereka bertanya: “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”.” (QS. Al-Anbiya’: 62-63) Hanya saja Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menginginkan dengan perkataannya agar mereka seketika menyatakan bahwa berhala-berhala tersebut tidak mampu berbicara, sehingga mereka mengakui bahwa berhala-berhala tersebut adalah benda mati sebagaimana benda mati lainnya. Mereka lantas mencela diri mereka sendiri dan kebingungan mulai menyebar pada diri mereka. Hujah mereka telah patah dan tidak tersisa kecuali menggunakan kekuatan.  

Saatnya Nabi Ibrahim Dibakar, Apa Doa yang Beliau Baca?

Mereka pun segera mengumpulkan kayu bakar, kemudian mereka kumpulkan di sebuah parit yang sangat besar dan menyalakannya. Keburukan dan kejahatan mereka telah mencapai puncak, di mana tidak pernah didapati kejahatan yang serupa sebelumnya. Mereka kemudian meletakkan Ibrahim ‘alaihis salam pada daun pelempar manjaniq yang dibuat oleh seorang lelaki dari Akrad bernama Haizan. Dialah orang yang pertama kali membuat manjaniq sehingga Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Ketika Ibrahim ‘alaihis salam diletakkan di piringan manjaniq dalam keadaan terikat kedua tangan ke belakang pundak dan dilemparkan, beliau berdoa sembari mengucapkan: HASBUNALLAH WA NI’MAL WAKIIL. Kata sahabat Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “hasbunallah wa ni’mal wakiil” adalah perkataan Nabi ‘Ibrahim ‘alaihis salaam ketika beliau ingin dilempar ke dalam api. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kalimat tersebut dalam ayat,

إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS. Ali Imran: 173). (HR. Bukhari no. 4563) Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya menjelaskan, “Maksud ‘hasbunallah‘ adalah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan ‘ni’mal wakiil’ adalah Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar segala urusan hamba dan yang mendatangkan maslahat.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 152) Dalam ayat disebutkan,

فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran: 174) Allah Ta’ala berfirman,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim“.” (QS. Al-Anbiya’: 69). Disebutkan oleh Ka’ab Al-Ahbar, “Tidak ada sesuatu pun yang terbakar dari Ibrahim selain rantai yang digunakan untuk membelenggu beliau saja.” Adh-Dhahak menceritakan, diriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihis salam mengusap keringat dari wajah Ibrahim. Yang tersentuh api hanyalah keringatnya saja. As-Sudi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim berada bersama malaikat azh-zhill (pemberi naungan). Ibrahim ketika itu semisal al-juunah, sekitarnya api, sedangkan ia berada di taman yang hijau. Orang-orang melihat Ibrahim terbakar. Mereka tidak bisa masuk ke dalam api, sedangkan Ibrahim pun tidak bisa keluar menemui mereka. Ada hadits yang menyebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Bapak Ibrahim (Azar) mengucapkan ketika itu, “NI’MAR ROBBU, ROBBUKA YAA IBRAHIM, sebaik-baik Rabb adalah Rabbmu, wahai Ibrahim.” Allah Ta’ala berfirman,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ , وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِينَ

Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al-Anbiya’: 69-70) Dalam ayat lain juga disebutkan,

قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ , فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ

Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu”. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” (QS. As-Saffat: 97-98) Dalam surah Al-Anbiya’ dan As-Saffat disebutkan bahwa mereka dijadikan “al-akhsarin” (merugi) dan “al-asfalin” (hina). Ini baru dijadikan di dunia seperti itu, lebih-lebih lagi di akhirat. Api yang jadi siksa bagi mereka tidak akan sejuk dan tidak akan beri keselamatan. Mereka akan dilemparkan ke neraka tanpa ucapan kehormatan dan keselamatan. Bahkan keadaannya,

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, 1:338-339). Kisah ini masih berlanjut dengan peristiwa cecak yang menium api Ibrahim.  

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Tafsir Syaikh As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
Disusun oleh:
  1. Rumaysho Fathmah Tuasikal
  2. Ruwaifi’ Tuasikal
Dikoreksi ulang oleh: Muhammad Abduh Tuasikal — Artikel Ruqoyyah.Com

Ganjaran Bagi yang Berpuasa

Ganjaran bagi yang berpuasa apa saja?
  1. Pahala puasa itu tak terhingga, bukan hanya sepuluh atau tujuh ratus kali lipat.
  2. Amalan puasa untuk Allah, sedangkan amalan lainnya kembali untuk hamba.
  3. Sebab pahala puasa, kita mudah masuk surga.
  4. Orang yang berpuasa merasakan dua kebahagiaan yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Allah.
  5. Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada bau minyak misk.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”” (HR. Muslim, no. 1151) Dalam riwayat lain dikatakan,

قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِى

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”.” (HR. Bukhari, no. 1904) Dalam riwayat Ahmad dikatakan,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلُّ الْعَمَلِ كَفَّارَةٌ إِلاَّ الصَّوْمَ وَالصَّوْمُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan  puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya”.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)   Muhammad Abduh Tuasikal   Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Allah Tidak Boleh Divisualkan, Tidak Boleh Digambarkan

Ini pelajaran terkait nama dan sifat Allah, dari sini terkandung pelajaran bahwa Allah tidak boleh divisualkan, tidak boleh digambarkan, tidak boleh disebutkan hakikat Allah itu seperti apa. Karena Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Allah.”(QS. Al-Ikhlas: 4) Juga dalam ayat,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11) Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar, namun tidak sama dengan melihat dan mendengarnya makhluk yang semuanya serba terbatas. Dalam memahami Dzat, nama, dan sifat Allah, kita tetapkan nama dan sifat Allah tersebut tanpa melakukan:
  • takwil (merubah maknanya),
  • tak-thil (menolak sebagian sifat Allah),
  • takyif (memvisualkan atau menggambarkan bagaimana wujud sifat Allah),
  • tam-tsil (menyamakan dengan sifat Allah dengan sifat makhluk), dan
  • tafwidh (tidak mau menetapkan pengertian sifat Allah).
Demikian, semoga bisa pahamkan pada anak-anak kita ketika mereka bertanya:
  • Siapa orang tua Allah?
  • Allah itu makan apa?
  • Bagaimana wajah Allah?
  • Siapa yang menciptakan Allah?
Jawabannya adalah Allah tidak semisal dengan makhluk-Nya. Allah tidak bergantung pada makhluk-Nya. Allah tidak diciptakan siapa pun. Allah itu tidak boleh kita katakan butuh pada makan sebagaimana kita manusia. Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat, namun tidak sama dengan makhluk-Nya yang mereka mendengar dan melihat serba terbatas. Allah itu Mahatinggi, Mahakaya, tidak butuh pada makhluk, Allah itu yang menciptakan kita semua. Semoga Ayah bunda diberikan akidah yang lurus dan senantiasa diberi taufik untuk menjadi anak-anak jadi saleh salehah. Baca Juga: — Artikel Ruqoyyah.Com

Keutamaan Puasa dan Pintu Surga Ar-Rayyan

Puasa itu punya beberapa keutamaan yang bisa ayah bunda ajarkan pada anak.
  1. Puasa adalah penghalang dari siksa neraka.
  2. Puasa akan memberikan syafaat bagi orang yang menjalankannya.
  3. Orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa.
  4. Orang yang berpuasa dijanjikan pintu surga Ar-Rayyan.
Surga memiliki delapan pintu[1]. Salah satu pintu dinamakan Ar-Rayyan dan pintu ini khusus bagi orang yang berpuasa. Dalam hadits disebutkan, Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ

Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.”[2][1] Delapan pintu surga adalah (1) pintu Ar-Rayyan untuk orang yang berpuasa, (2) pintu shalat, (3) pintu sedekah, (4) pintu haji, (5) pintu jihad, (6) pintu Ayman (untuk orang yang masuk surga tanpa hisab), (7) pintu Al-Kazhimina Al-Ghaiza wa Al-‘Aafina ‘an An-Naas (menahan amarah dan memaafkan manusia), dan (8) pintu ilmu. [2] HR. Bukhari, no. 3257.   Baca Juga:
  Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com  

Bagaimana Cara Mengenalkan Adanya Allah pada Anak?

Ayah bunda, kita bisa kenalkan Allah Sang Khaliq lewat ayat dan makhluk Allah pada anak-anak kita. Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam Tsalatsah Al-Ushul menyatakan, “Apabila ditanyakan kepadamu, “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu?” Maka Jawablah, “Dengan tanda-tanda (kekuasaan) dan makhluk-makhluk-Nya.” Di antara tanda-tanda (kekuasaan)-Nya adalah malam dan siang, dan matahari dan bulan. Di antara makhluk-makhluk-Nya adalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh serta apa yang ada di antara keduanya.”

Apa itu Ayat Allah?

Ayat itu artinya tanda untuk menunjukkan dan mengingatkan sesuatu. Ayat Allah berarti untuk mengingatkan adanya Allah. Ayat Allah itu ada dua macam:
  1. Ayat kauniyyah
  2. Ayat syariyyah
Ayat kauniyyah inilah yang dimaksud dengan makhluk Allah. Adapun ayat syariyyah adalah wahyu yang Allah turunkan pada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti mengenal Allah bisa dengan ayat kauniyyah dari makhluk-Nya dan bisa dari ayat syariyyah dari wahyu.  

Adanya Malam, Siang, Matahari, Rembulan, dan Langit Pasti ada yang Menciptakan

Ayat yang menunjukkan sempurnanya qudrah (kemampuan) dan hikmah Allah adalah dari malam, siang, matahari, dan rembulan. Langit juga adalah makhluk Allah yang menunjukkan kebesaran Sang Khaliq yang menciptakannya. Kelima makhluk itu pasti ada yang menciptakan. Termasuk kita juga manusia pasti ada yang menciptakan. Karena makhluk itu ada dengan tiga kemungkinan:
  1. Makhluk itu ada dengan sendirinya.
  2. Makhluk itu menciptakan dirinya sendiri.
  3. Ada yang menciptakan makhluk itu sendiri.
Kemungkinan pertama, jelas tidak mungkin. Kemungkinan kedua, jelas pemahaman yang lebih aneh. Yang benar adalah kemungkinan ketiga, ada yang menciptakan makhluk yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penjelasan di atas adalah intisari dari Hushul Al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan, hlm. 30-31 (Penerbit Maktabah Ar-Rusyd). Penjelasan Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan di atas bisa direnungkan dari ayat,

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. At-Tur: 35). Jubair bin Muth’im mengatakan, “Kaada qolbii ay-ya-thiira (artinya: hatiku hampir-hampir saja terbang saat itu).” Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jubair bin Muth’im dahulunya seorang musyrik. Lantas ia mendengar ayat ini, itulah yang menyebabkan ia masuk Islam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:49)
Semoga manfaat untuk ayah bunda sebagai pelajaran akidah untuk anak kita. Baca Juga:
  Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com  

Ayah Bunda, Setan itu Diikat pada Bulan Ramadhan, Benar Tidak?

Ayah bunda … Apa benar setan diikat pada bulan Ramadhan? Kalau diikat kenapa masih ada maksiat? Jawabannya: Benar, setan itu diikat pada bulan Ramadan, haditsnya:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Apabila Ramadan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.”[1]   Kita bisa memberitahu anak kita hal berikut ini. Kesimpulan dari Abul ‘Abbas Al-Qurthubi, maksiat masih terjadi pada bulan Ramadan karena beberapa sebab:
  1. Setan terikat dari orang yang menjalankan puasa dengan benar.
  2. Ada faktor hawa nafsu yang membuat maksiat terjadi.
  3. Setan yang diikat adalah setan besar yang memiliki pasukan, bukan pada setan kecil.
Berarti setan masih bisa mengganggu karena masih ada setan kecil di bulan Ramadan. Setan juga masih bisa mengganggu orang yang puasanya tidak benar (syarat dan rukun puasa tidak terpenuhi dengan baik). Maksiat juga terjadi bukan karena sebab setan, namun karena ada hawa nafsu manusia. Berarti di bulan Ramadan masih ada yang bohong kan?   [1] HR. Bukhari, no. 1899 dan Muslim, no. 1079.   Artikel Ruqoyyah.Com   Baca Juga:

Allah itu Rabb Kita

Ada faedah penting yang disampaikan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab pada ayah bunda dan anak kita dalam kitabnya Tsalatsah Al-Ushul.
  1. Allah itu Rabb kita
  2. Allah itu Tuhan semesta alam dan kita bagian dari alam semesta
  3. Allah itu pemberi berbagai macam nikmat
  4. Hanya Allah yang berhak disembah
 

Apa itu Rabb?

Rabb itu diambil dari kata at-tarbiyyah. Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam Tsalatsah Al-Ushul mengatakan: “Tuhanku adalah Allah yang telah memeliharaku (at-tarbiyyah) dan seluruh alam dengan nikmat-nikmat-Nya.”  

Allah Sebagai Rabb Berarti Hanya Allah yang Disembah

Allah yang telah mengatur dan memberikan nikmat pada kita, dialah yang berhak untuk diibadahi.  

Kita itu Bagian dari ‘Aalamiin

‘Alaam itu segala sesuatu selain Allah. Disebut ‘aalam (artinya: tanda) karena Allah itu jadi tanda bahwa Dia mencipta, menguasai, mengatur segala-Nya.  

Allah itu Rabbul ‘Aalamiin

Allah itu Rabbul ‘aalamiin artinya Allah yang telah memberikan kita nikmat, Allah yang menciptakan kita, Allah yang menguasai kita, dan Allah yang mengatur sesuai kehendak-Nya.   Artikel Ruqoyyah.Com Baca Juga: