Hari Dilarang Puasa

Kapan saja hari dilarang puasa?   Diharamkan puasa pada lima hari:
  1. Hari Idulfitri
  2. Hari Iduladha
  3. Hari tasyrik (11, 12, 13 Zulhijah)
Dimakruhkan puasa pada: Yaum asy-syakk (hari yang meragukan) yaitu pada 30 Syakban kecuali bertepatan dengan hari kebiasaan puasa.  

Dalil-dalilnya

1. Larangan berpuasa pada Idulfitri dan Iduladha

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idulfitri dan Iduladha. (HR. Muslim no. 1138). 2. Larangan berpuasa pada hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah)

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ»

“Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia bersabda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 1141). 3. Larangan berpuasa pada hari syakk Yang dimaksud hari meragukan adalah tanggal 30 Syakban. Abu Syuja’ lebih memilih pendapat makruh bagi yang berpuasa di hari meragukan. Namun yang jadi pegangan dalam madzhab Syafi’i, larangan dari berpuasa pada hari syakk adalah larangan haram. ‘Ammar bin Yasir pernah berkata,

مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ

Barangsiapa yang berpuasa pada hari meragukan, maka ia telah mendurhakai Abul Qosim shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi, no. 686; Ibnu Hibban, no. 3596. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini shahih). Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Amalan Saat Berbuka Puasa

Apa saja amalan saat berbuka puasa? 1. Diawali dengan membaca “bismillah”, bisa pula dengan “bismillahir rahmaanir rahiim.” 2. Menyantap kurma atau makanan ringan.  3. Diikutkan dengan doa berbuka puasa:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“DZAHABAZH ZHOMA-U WABTALLATIL ‘URUUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH. (Artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah).” (HR. Abu Daud, no. 2357. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). 4. Jangan lupa berdoa lagi setelah itu untuk memohon hajat yang diinginkan karena doa saat berbuka adalah doa mustajab. Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Penciptaan Langit dan Bumi Hanya Enam Hari

Apa yang dimaksud penciptaan langit dan bumi hanya enam hari? Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari.” (QS. Al-A’raf: 54).

Para pakar tafsir berselisih pendapat terkait ukuran enam hari yang disebutkan dalam ayat ini. Ada dua pendapat dalam hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa enam hari tersebut sama sebagaimana enam hari kita sekarang di dunia. Pendapat kedua, diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan lainnya, bahwa setiap hari dari enam hari tersebut sama dengan seribu tahun hitungan manusia.  

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
Baca Juga: — Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Sunnah dan Adab Puasa

Apa saja sunnah dan adab puasa? 1. Menyegerakan berbuka puasa 2. Mengakhirkan makan sahur 3. Meninggalkan kata-kata kotor  

(1) Menyegerakan berbuka puasa

Yang dimaksud di sini adalah ketika matahari telah benar-benar tenggelam, langsung disegerakan waktu berbuka puasa. Dalilnya adalah dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (HR. Bukhari, no. 1957 dan Muslim, no. 1098)  

(2) Mengakhirkan makan sahur

Makan sahur itu disepakati oleh para ulama, hukumnya sunnah (Lihat Kifayah Al-Akhyar, hlm. 252). Mengenai anjuran makan sahur disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari, no. 1923 dan Muslim, no. 1095). Namun waktu makan sahur yang terbaik adalah diakhirkan, artinya masih dibolehkan makan selama belum yakin tibanya fajar shubuh. Tujuan mengakhirkan makan sahur adalah untuk lebih menguatkan badan. Mengenai sunnah mengakhirkan makan sahur di sini disebutkan dalam hadits berikut ini.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا ، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِىُّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى . قُلْنَا لأَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِى الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi pun berdiri untuk pergi shalat, lalu beliau shalat. Kami pun berkata pada Anas, “Berapa lama jarak antara waktu selesai makan sahur dan waktu pengerjaan shalat?” Beliau menjawab, “Sekitar seseorang membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari, no. 1921 dan Muslim, no. 1097).  

(3) Meninggalkan kata-kata kotor

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan dusta dan malah melakukan konsekuensinya, maka Allah tidak pandang lagi pada makan dan minum yang ia tinggalkan.” (HR. Bukhari, no. 1903).   — Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Arsy itu Makhluk Pertama

Ingat, ayah bunda, ‘Arsy itu makhluk yang pertama kali diciptakan. ‘Arsy itu singgasana Allah Ta’ala, merupakan makhluk Allah yang paling besar. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

قاَلَ : وَعَرْشُهُ عَلَى المَاءِ

Allah telah mencatat, menuliskan takdir (ketentuan) semua makhluk-Nya 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit-langit dan bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “’Arsy Allah sudah berada di atas air.” (HR. Muslim, no. 4797)

Dalam hadits lainnya disebutkan,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang harus aku tulis.’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.’” (HR. Tirmidzi, no. 2155. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Para sahabat berkata, “Takdir dalam hadits ini adalah penulisan dengan Qalam takdir.” Hadits ini menunjukkan bahwa penulisan takdir terjadi setelah penciptaan ‘Arsy. Dengan demikian ditetapkan bahwa penciptaan ‘Arsy adalah lebih dahulu dari penciptaan Qalam yang digunakan untuk menulis takdir sebagaimana madzhab yang dipegang oleh jumhur ulama. Hadits perihal Qalam (pena) disampaikan dan diartikan bahwa Qalam adalah makhluk yang pertama kali ada di semesta, tetapi alam semesta sendiri diciptakan setelah ‘Arsy. Dalil lain yang menunjukkan makhluk pertama itu ‘Arsy adalah firman Allah Ta’ala,

وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُۥ عَلَى ٱلْمَآءِ

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya (sebelum itu) di atas air.” (QS. Hud: 7)

 

Berbagai pendapat tentang makhluk pertama

Ada perbedaan pendapat ulama di alam ini manakah makhluk yang pertama kali diciptakan. Ada tiga pendapat yang muktabar dalam hal ini yaitu:
  1. Pena, sebagaimana pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnul Jauzi.
  2. Arsy, sebagaimana dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
  3. Air, sebagaiman riwayat dari Ibnu Mas’ud dan sebagian salaf, serta menjadi pendapat yang dikuatkan oleh Badaruddin Al-‘Aini.
Lihat bahasan Islamqa oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam fatawanya no. 145809. Ada juga pendapat keempat, yang menyatakan bahwa makhluk pertama adalah cahaya dan kegelapan. Namun, ada dua pendapat yang dalilnya lebih kuat dari pendapat lainnya, yaitu pada pembahasan ‘Arsy dan pena. Dari sisi dalil, disimpulkan yang paling kuat dan menjadi pendapat jumhur ulama, ‘Arsy adalah makhluk pertama. Wallahu a’lam bish shawwab.   Baca Juga:

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
— Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Anak Kita Harus Tahu Apa itu Ibadah

Anak kita harus kenal ibadah, apa itu ibadah? Ibadah sebagaimana para ulama ushul mengartikan,

كُلُّ مَا أُمِرَ بِهِ مِنْ غَيْرِ اقْتِضَاءٍ عَقْلِيٍّ وَلاَ اطِّرَادٍ عُرْفِيٍّ

“Segala sesuatu yang diperintahkan tanpa mesti memandang akal dan bukan lantaran mengikuti ‘urf (kebiasaan masyarakat).” Ada juga ulama yang mengatakan,

العِبَادَةُ هُوَ فِعْلُ المُكَلَّفِ عَلَى خِلاَفِ هَوَى نَفْسِهِ تَعْظِيْمًا لِرَبِّهِ

“Ibadah itu perbuatan mukallaf (orang yang telah dibebani syariat) yang (kadang) menyelisihi hawa nafsunya sebagai bentuk pengagungan pada Rabbnya.” Pengertian yang lebih bagus adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

” الْعِبَادَةُ ” هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِالْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridai berupa perkataan dan perbuatan yang batin maupun lahir.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:149) Definisi ibadah ini kata Syaikh Shalih Alu Syaikh lebih mudah dipahami dan lebih dekat pada dalil. Lihat Syarh Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 67.   Ada beberapa poin dari definisi Ibnu Taimiyah:
  1. Bisa diketahui suatu ibadah itu dicintai dan diridai oleh Allah dilihat dari amalan itu diperintah, juga dikabarkan oleh Allah bahwa amalan tersebut dicintai dan diridai oleh-Nya.
  2. Ibadah itu ada yang berupa perkataan dan ada yang berupa perbuatan.
  3. Amalan juga ada yang lahir dan ada yang batin.
  4. Al-qaul (ucapan) ada yang berupa amalan lisan dan amalan al-janan (amalan hati).
  5. Bentuk al-qaul (ucapan) dengan lisan adalah berdzikir, tilawah Alquran, berkata yang makruf.
  6. Ada juga qaul al-qalbi (ucapan hati) yaitu berupa I’tiqad (keyakinan).
  7. Al-‘amal (amalan) ada dua macam yaitu amalan hati dan amalan jawarih (anggota badan).
Baca Juga: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Tips Bangun Sahur untuk Anak: Sahurnya pada Akhir Waktu

Bagaimana tips membangunkan anak untuk sahur di bulan puasa?   Beberapa kiat ini moga bisa membantu:
  1. Membangunkan anak dengan lembut
  2. Siapkan makanan sahur kesukaannya
  3. Mengatur jam tidur anak
  4. Berilah dia pujian jika ia bangun sahur dan berpuasa
  5. Memilih makan sahur pada akhir waktu
 

Kenapa memilih makan sahur pada akhir waktu?

Pertama: Menjalankan praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang biasa mengakhirkan makan sahur. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an).’ (HR. Bukhari, no. 1134 dan Muslim, no. 1097). Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa yang ditanyakan pada Anas adalah jarak waktu antara berakhirnya makan sahur dan dimulainya shalat Shubuh. (Fath Al-Bari, 4:138) Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa dalil ini menunjukkan disunnahkannya mengakhirkan makan sahur hingga dekat dengan waktu Shubuh. (Syarh Shahih Muslim, 7:184). Kedua: Jika sahur diakhirkan, lalu dekat dengan waktu shalat Shubuh, anak kita akan mudah shalat Shubuh. Kalau mau membangunkan anak kita untuk makan sahur, bisa dibangunkan 30 menit sebelum Shubuh, itu lebih aman. Jika dibangunkan sejam sebelum shalat Shubuh, biasanya setelah makan sahur, anak akan kembali tidur. Akhirnya ia sulit dibangunkan shalat Shubuh dan bablas hingga pagi baru terbangun. Keutamaan shalat Shubuh berikut ini, anak kita bisa terus meraihnya. Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari, no. 574 dan Muslim, no. 635) Disebut dalam Fath Al-Bari (4:138), Ibnu Abi Jamrah mengatakan, “Seandainya makan sahur dilakukan di tengah malam (bukan di akhir waktu sahur, pen.) tentu akan memberatkan. Orang yang makan sahur tengah malam tentu tak bisa terkalahkan dengan rasa kantuknya. Makan sahur tengah malam pun dapat membuat lalai dari shalat Shubuh atau membuat seseorang berusaha keras untuk begadang.” Baca Juga:   Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

8 Pembatal Puasa

Apa saja yang termasuk pembatal puasa yang bisa diajarkan pada anak kita?
  1. Makan dan minum
  2. Muntah dengan sengaja
  3. Berhubungan intim suami istri
  4. Keluar mani karena bercumbu
  5. Haidh
  6. Nifas
  7. Gila dan pingsan seharian
  8. Murtad (keluar dari Islam)
 

Makan dan minum dalam keadaan lupa saat puasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ

Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1933 dan Muslim no. 1155). Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Cara Berniat Puasa

Bagaimana cara berniat puasa? Niat sebenarnya berarti keinginan dan cukup berniat dalam hati saja sudah cukup tanpa dilafazkan.

CARA BERNIAT PUASA

Niat artinya keinginan. Para ulama bersepakat bahwa niat yang teranggap adalah niat dalam hati walaupun tidak dilafazkan.[1] Syarat berniat ada tiga:
  1. Berniat tiap malam sebelum shubuh, disebut at-tabyiit.
  2. Berniat puasa wajib atau sunnah, disebut at-ta’yiin.
  3. Berniat puasa harus diulang setiap malam, disebut at-tikroor.
 

Dalil tentang niat harus di malam hari dan harus diulang tiap malam

Dalilnya adalah hadits dari Hafshah—Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha–, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. An-Nasai, no. 2333; Ibnu Majah, no. 1700; dan Abu Daud, no. 2454. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini).   [1] Ulama Syafiiyah menganjurkan untuk melafazkan niat, agar lisan menolong hati untuk menghadirkan niat. Baca Juga: Artikel Ruqoyyah.Com

Apakah Anak Menangis Membatalkan Puasa?

Apakah anak menangis membatalkan puasa? Ayah bunda dalam menanggapi hal ini ada dua keadaan:
  1. Ada yang sudah tahu, menangis tidak membatalkan puasa, namun dia ingin menakuti anaknya dengan mengatakan “awas, kalau menangis puasamu batal”.
  2. Ada yang belum tahu sama sekali hukum menangis apakah membatalkan puasa ataukah tidak.

Hukum menangis saat puasa

Selama tidak masuk sesuatu dalam mulut seperti makan dan minum, puasanya sah. Namun kalau masuk ke dalam lalu ditelan, puasanya batal. Dalil yang menunjukkan hal ini,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)  

Dalam mendidik anak, orang tua tidak boleh bohong

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Bukhari, no. 33) Asy-Sya’bi berkata,

مَنْ كَذَبَ ، فَهُوَ مُنَافِقٌ

“Siapa yang berdusta, maka ia adalah munafik.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:493) Ada perkataan dari Az-Zuhri, dari Abu Hurairah –walau sanad riwayat ini munqathi’ (terputus)-, ia berkata, “Siapa yang mengatakan pada seorang bocah, ‘Mari sini, ada kurma untukmu.’ Kemudian ia tidak memberinya sedikit kurma pun, maka ia telah berdusta.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2; 485). Tidak sedikit dari orang tua yang membohongi anaknya seperti yang dinyatakan dari Abu Hurairah di sini. Semoga Allah beri taufik. Baca Juga:   Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com