Anak Polah Bopo Kepradah

Peribahasa ini mempunyai arti bahwa apapun yang dilakukan oleh seorang anak akan membuat orang tua ikut terbawa-bawa atau kena getahnya. Kami pernah mampir beli jajanan di pedagang kaki lima pinggir jalan, kami tanya-tanya tentang keadaan jalan sekitar. “Iya pak, tiap sore banyak anak nakal di jalan ini”, katanya. Lalu ia menyebut, “Itu loh anaknya si fulan.” Hati saya berkata, “Anaknya yang berbuat salah, kok malah ortunya yang dibawa-bawa?” Itulah yang membuktikan benarnya peribahasa di atas. Masalah anak polah bisa kita juga ambil ibrah dari surah Al-Kahfi–yang rutin dibaca tiap Malam Jumat atau hari Jumat–. Coba perhatikan pada ayat,

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا

Dan adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.” (QS. Al-Kahfi: 80) Dari ayat di atas ada pelajaran penting yang bisa diambil, kita diperintahkan untuk memohon kepada Allah agar mendapatkan keturunan yang saleh. Mengenai ayat di atas, Qatadah rahimahullah berkata, “Ketika lahir, kedua orang tuanya begitu berbahagia. Namun, ketika ia terbunuh, keduanya sedih. Kalau seandainya anak itu masih hidup, tentu kebinasaanlah untuk kedua orang tuanya. Maka hendaklah seseorang rida kepada takdir Allah. Karena bisa jadi takdir seseorang yang terasa buruk, itu baik untuknya. Disebutkan dalam hadits ‘Tidaklah Allah menetapkan sesuatu pada orang beriman melainkan itu baik untuknya.‘ Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.‘” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:183)   Tentang masalah “anak polah bopo kepradah” ada beberapa saran yang moga bisa diperhatikan:
  1. Hendaklah orang tua terus memohon kepada Allah agar dikaruniai kesalehan untuk anak.
  2. Orang tua hendaklah terus pula memperbaiki diri dengan mendalami agama.
  3. Orang tua jangan terlalu memanjakan anak sehingga menuruti kemauan anak yang membuatnya menjadi nakal. Tugas orang tua adalah menyelamatkan anak dari neraka, bukan menjerumuskannya dalam neraka.
  4. Semoga setiap anak menjadi sadar bahwa kenakalannya membuat orang tua malu besar dan akhirnya ikut terbawa-bawa.
Semoga Allah beri taufik dan hidayah. Moga kita dikaruniai anak yang qurrota a’yun.  

Referensi:

  • Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
— Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 10 Syakban 1442 H, 23 Maret 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Akhlak dan Sifat Mulia Nabi Muhammad

Apa saja akhlak dan sifat mulia Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • dermawan (rajin sedekah)
  • paling lembut telapak tangannya
  • paling harum baunya
  • paling bagus pergaulannya
  • paling berani
  • paling tahu tentang Allah
  • paling takut kepada Allah
  • tidak balas dendam
  • akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an (tercermin dari Al-Qur’an)
  • Nabi Muhammad itu tawadhu (rendah hati)
  • Nabi Muhammad itu penyantun
  • Nabi Muhammad sering membantu orang
  • Nabi Muhammad sangat pemalu
  • Nabi Muhammad tidak pernah menjelek-jelekkan makanan
  • Nabi Muhammad suka manisan labu
  • Nabi Muhammad berkata: sebaik-baik lauk adalah cuka, menunjukkan kesederhanaan beliau
  • Nabi Muhammad sangat menyukai daging lengan kambing
  • Nabi Muhammad itu sering lapar
  • Nabi Muhammad tidak menerima sedekah tetapi masih menerima hadiah
  • Nabi Muhammad membalas hadiah
  • Nabi Muhammad mempunyai barang yang rusak langsung di perbaiki tidak mesti beli yang baru.
  • Nabi Muhammad rajin menjenguk orang sakit
  • Nabi memenuhi undangan siapa pun baik dari orang kaya atau miskin
  • Nabi Muhammad ketika makan sering menggunakan tiga jari
  • Nabi biasa menjilat jarinya setelah makan
  • Saat minum, Nabi Muhammad bernafas di luar gelas, beliau tidak meniup minuman yang panas.
  • Nabi berbicara ringkas tetapi sarat makna
  • Nabi Muhammad sering mengulangi perkataan tiga kali untuk memahamkan
  • Kalimat Nabi Muhammad itu jelas mudah dipahami.
  • Nabi Muhammad berbicara ketika ada keperluan (sebutuhnya), alias: tidak banyak bicara. 
  • Nabi Muhammad itu rajin berdzikir ketika berdiri dan duduk
  • Nabi Muhammad juga hanya memiliki sedikit harta dunia
  • Nabi Muhammad suka senyum dan tertawa beliau cukup terlihat taring. 
  • Nabi Muhammad juga menyukai parfum dan tidak menyukai bau yang busuk. 
  • Nabi Muhammad memerintahkan untuk lemah lembut dan tidak kasar. 
  • Nabi Muhammad selalu memaafkan.
  • Nabi Muhammd selalu mendahulukan yang kanan untuk perkara yang baik-baik.
  • Nabi Muhammad tidur di sisi kanan dan menghadap kiblat
  • Nabi Muhammad itu lemah lembut
  • Nabi Muhammad tidak pernah memukul dan memarahi pembantu
  • Nabi Muhammad itu aromanya wangi
Semoga kita bisa mencontoh sifat dan akhlak mulia nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.   Referensi: Tahdzib As-Sirah An-Nabawiyyah (diambil dari Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lughat karya Imam Nawawi). Cetakan kelima, Tahun 1429 H. Khalid bin ‘Abdirrahman Asy-Syayi’. Rabithah Al-‘Alam Al-Islami.   —- Ditulis oleh: Ruwaifi Tuasikal Dikoreksi oleh:  Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Ayah akan Mudah Ditiru oleh Anak

Jika ayah masih sering habiskan waktu main game, main hape tanpa guna, lihat video-video yang tidak manfaat apalagi haram, anak akan mudah meniru seperti itu. Sebaliknya, jika ayah sibukkan waktu dengan kebaikan, beramal saleh, rajin belajar, rajin membaca, rajin menghadiri majelis ilmu secara luring ataupun daring, anak akan punya sifat yang sama.  

Children see, children do”

Ingatlah anak itu akan meniru orang dewasa yang dijadikan panutannya, mulai dari merokok, melakukan kegiatan kekerasan dalam rumah tangga. Juga sebaliknya hal-hal baik akan mudah ditiru oleh anak. Orang tua tentu lebih dekat pada anak dan jadi panutan. Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah mengatakan pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ رَجَاءً أَنْ أُحْفَظَ فِيْكَ

“Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan supaya Allah selalu menjagamu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467). Kenapa Said melakukan seperti itu? Agar shalat sunnah mudah dicontoh pula oleh anaknya. Di samping itu, para ulama memaknakan perkataan Sa’id adalah ia memperbanyak shalat, agar bisa memperbanyak doa kepada Allah kepada anaknya di dalam shalat. (Fiqh Tarbiyah Al-Abna‘, Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, hlm. 24)  

Sekolah terbaik adalah keluarga

Ini kesimpulan sangat tepat, sekolah terbaik adalah keluarga. Demikian kata Ustadz Budiansyah. Bagaimana anak bisa berakhlak mulia? Sedangkan di rumah, orang tuanya sering bertengkar, sering marah-marah, sering berkata kasar, dan cuek pada anak-anaknya. Kata Ustadz Budiansyah, sangat mustahil mengharapkan anak menjadi bertakwa, rajin shalat, rajin shalat berjamaah (di masjid bagi pria), mampu menghafal Al-Qur’an dengan baik, semangat dalam menuntut ilmu agama, sedangkan orang tuanya sendiri cuek terhadap agama, ayahnya malas shalat dan malas ke masjid, ayah bunda malas duduk dalam majelis ilmu, juga ayah bundanya malas berinteraksi dengan Al-Qur’an Al-Karim. Kenyataannya, panutan anak-anak adalah orang tuanya, bukan gurunya. Sebagian anak-anak bahkan bercita-cita ingin seperti orang tuanya. Ayah bagi seorang anak laki-laki adalah teladan, sedangkan ayah bagi anak perempuan adalah cinta pertama mereka. Bunda untuk anak laki-laki dan perempuannya adalah bagaikan malaikat pelindung.  

Orang tua yang mengoreksi dirinya

Satu rahasia kecil, para ulama dan orang bijak terdahulu jika mendapati anaknya berbuat kurang baik, berkata tidak jujur, sulit diatur, maka mereka pertama kali akan menyalahkan diri mereka sendiri, bahkan menghukum diri mereka sendiri. Sebagian salaf sampai berkata,

إِنِّي لَأَعْصِيَ اللهَ فَأَعْرِفُ ذَلِكَ فِي خُلُقِ خَادِمِي وَدَابَّتِي

“Sungguh jika aku bermaksiat kepada Allah, maka aku akan temui pengaruh jeleknya pada akhlak pembantu hingga perangai buruk pada hewan tungganganku.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468) Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Siapa saja yang melalaikan hak Allah, Allah pun akan menyia-nyiakannya. Allah akan menyia-nyiakannya di antara makhluk hingga ia mendapati mudarat dan gangguan dari keluarga dan lainnya, padahal ia harapkan mereka bisa memberikan manfaat.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468) Kembali ke bahasan awal, ingat kaidah dari Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, beliau mengatakan, “Di antara dampak amal saleh dari orang tua pada anak adalah anak akan meneladani amal yang dilakukan orang tuanya.” Baca juga: Anak akan Selalu Mencontoh Perbuatan Orang Tua   Ingat selalu peribahasa: BUAH JATUH TAK JAUH DARI POHONNYA. Semoga kita dapat menjadi orang tua yang memberi suri tauladan yang baik untuk anak-anak kita dan moga kita terlindungi dari setiap kejelekan yang dapat ditiru.  

Referensi:

  • Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  • Fiqh Tarbiyah Al-Abna’ wa Thaifah min Nashahih Al-Athibba’. Cetakan Tahun 1423 H. Syaikh Musthafa bin Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu Rajab.
  • Pesan Whatsapp dari Ustadz Budiansyah Abu Nizar
  — Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 7 Rajab 1442 H, 19 Februari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Ayah Harus Perhatikan Siapa yang Jadi Teman

Teman ayah itu sangat berpengaruh pada ayah. Coba perhatikan saja … Jika ayah berkumpul dengan teman yang hobi sepedaan, hobi naik motor hingga moge, karakter ayah akan seperti itu. Jika ayah berkumpul dengan teman-teman yang sering nongkrong di cafe dan suka ngopi, sifat ayah tak akan jauh berbeda.  Jika ayah ngobrol bareng teman-teman yang suka merokok, awalnya mungkin menolak rokok, tetapi jika berkumpul terus dengan mereka, tetap akan terpengaruh. Ingatlah ayah, lingkungan itu sangat berpengaruh.  Keadaan ayah akan jauh berbeda jika berada di sekitar para ustadz, kyai, orang saleh, dan orang yang sibukkan waktu dengan majelis ilmu, tentu minimalnya akan kecipratan bau wangi kebaikan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101). Hadits ini dibawakan oleh Imam Bukhari dalam Bab “Tentang Minyak Wangi dan Jual Beli Minyak Misk”. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.” (Fath Al-Bari, 4:324) Pelajaran lain dari hadits di atas:
  1. Bolehnya jual beli minyak misk.
  2. Minyak misk itu suci.
Lihat bahasan dalam Fath Al-Bari, 4:324.  

Referensi:

Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (773-852 H). Penerbit Dar Thiybah.   — Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 23 Jumadil Akhir 1442 H, 5 Februari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Moga Ayah Bisa Meluangkan Waktu untuk Keluarga

Moga ayah bisa meluangkan waktu untuk keluarga, tidak terus kerja melulu.  

Awalnya Bekerja Demi Anak

Bukan hal tabu lagi jika seorang ayah sering pulang larut malam karena harus lembur kerja demi mendapat uang tambahan. Hal tersebut dilakukan semata-mata demi keluarga, demi anak yang semakin hari beranjak dewasa. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan anak juga akan semakin banyak. Awalnya hanya butuh susu dan popok, kini berubah menjadi kebutuhan baju, uang jajan, biaya sekolah, dan lain sebagainya. Sayangnya di lain sisi, anak akan merasa terabaikan, ia merasa kesepian di rumah karena hanya ditemani oleh bunda. Canda tawa yang dulu selalu menemani malam sang anak, kini seolah sirna. Jelas saja anak merasa rindu pada ayahnya, dan ironisnya rasa rindu tersebut akan tergantikan dengan uang. Uang dan benda-benda lain yang anak inginkanlah yang bisa ayah berikan sebagai pengganti ayah di rumah. Padahal, kasih sayang seorang ayah tidak akan bisa tergantikan dengan apa pun termasuk uang. Kan ada bundanya? Mungkin itu terlintas di benak ayah. Jika memang anak cukup hanya dengan ibunya di rumah, maka pernahkah ayah melihat seorang anak yatim tidak merindukan kehadiran ayahnya? Ingat, ayah dan bunda memiliki porsi masing-masing. Kasih sayang keduanya tidak bisa diwakilkan dan tidak bisa dibolak-balik.  

Contoh Sunnah Nabi dalam Meluangkan Waktu untuk Keluarga

Pertama: Membangunkan pasangan untuk shalat malam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

Semoga Allah merahmati seorang pria yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud, no. 1450; An-Nasai, no. 1610; Ahmad, 2:250. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib 625).  

Kedua: Rasul masih sempat menemani Aisyah mendapatkan hiburan

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِى ، وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ فِى الْمَسْجِدِ وَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتُرُنِى بِرِدَائِهِ

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari berada di pintu kamarku. Saat itu anak-anak Habasyah (dari Ethiopia) sedang bermain (perang-perangan) di masjid dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup-nutupi dengan kain rida’nya (selendangnya) ketika aku melihat bagaimana mereka bermain.” (HR. Bukhari, no. 454 dan Muslim, no. 892, 17)  

Ketiga: Rasul saling berlomba lari dengan Aisyah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan bahwa,

أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ « هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ ».

Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud, no. 2578; Ibnu Majah, no. 1979; dan Ahmad, 6:264. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).  

Keempat: Sempatkan mencium anak

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqra’ bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqra’ berkata, ‘Aku punya sepuluh orang anak, tidak seorang pun dari mereka yang pernah kucium.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-‘Aqra’ lalu beliau berkata, “Barangsiapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi.”(HR. Bukhari, no. 5997 dan Muslim, no. 2318) Dalam kisah yang sama dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

“Seorang arab badui datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Apakah kalian mencium anak laki-laki?’ Mereka menjawab, “Kami tidak mencium mereka”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa sayang dari hatimu.’” (HR. Bukhari, no 5998 dan Muslim, no 2317)  

Berusaha Membagi Waktu untuk Diri Sendiri, Keluarga, dan Ibadah

Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata,

آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ»

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“ Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).  

Cara Mudah Bagi Ayah untuk Membagi Waktu untuk Anak dan Keluarga

  1. Membuat rencana pekerjaan yang matang tiap harinya (to do list).
  2. Membiasakan disiplin diri agar semua aktivitas bisa terlaksana dan tujuan tercapai.
  3. Sebisa mungkin tidak membawa pulang pekerjaan kantor ke rumah.
  4. Tidak mengurus pekerjaan di hari libur.
  5. Sengaja meluangkan waktu untuk keluarga termasuk belajar agama bersama dan berlibur bersama.
  6. Istirahat yang cukup agar bisa konsentrasi dalam beraktivitas.
  7. Sesekali berangkat bersama si kecil ke sekolah untuk memantau perkembangan.
  8. Tetap berhubungan dengan keluarga saat sibuk kerja, saat ini bisa dengan telepon hingga video call.
  9. Jangan lupa, ayah juga harus terus belajar agama, moga ada waktu diluangkan untuk hal ini. Jangan hanya menggantungkan pada ilmu yang sudah ada, karena ilmu itu butuh diaktualkan terus menerus.
  10. Tentu saja semua ini bisa dijalankan dengan mudah kalau ayah rajin berdoa, meminta tolong kepada Allah, serta tawakal kepada-Nya dalam menjalankan semua aktivitas.
 

Yuk Segera Luangkan Waktu Ayah!

Jadi, para ayah sadarlah dan mulailah untuk meluangkan waktu. Jangan terlalu memaksankan diri untuk selalu bekerja hingga larut malam. Memang benar kebutuhan semakin membengkak, tetapi kebersamaan dengan keluarga adalah hal yang paling berharga dan akan menjadi momen yang paling dirindukan oleh ayah maupun anak kelak. Jangan lupa pula luangkan waktu untuk menambah ilmu agama, termasuk pula untuk beribadah. Semoga Allah memberi hidayah pada setiap ayah yang membaca tulisan ini.   — Terinspirasi dari buku “Ayah Idaman” karya Citra Permatasari Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 14 Jumadil Akhir 1442 H, 27 Januari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Umrah, Haji, dan Perang yang Diikuti Nabi Muhammad

Bagaimanakah umrah dan perang yang diikuti Nabi Muhammad?  

Umrah dan Haji Nabi Muhammad

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak 4 kali setelah Hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhaji itu sekali yaitu Haji Wada’ pada tahun 10 Hijriyah.  *Catatan dari Tahdzib As-Sirah An-Nabawiyyah: Empat kali umrah adalah tiga di bulan Dzulqa’dah yaitu umrah Hudaibiyyah, umrah Qadha’, dan umrah dari Ji’ranah setelah membagi-bagi harta rampasan perang Hunain. Sedangkan keempatnya bersamaan dengan haji.                                    

Perang Nabi Muhammad

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti perang (disebut ghazwah) sebanyak 25 kali (ada juga yang berpendapat 27 kali). Ada juga peperangan kecil (tidak diikuti oleh Nabi, tetapi dipimpin oleh sahabat Nabi, disebut sariyyah) sebanyak 56 kali. Nabi Muhammad tidak kontak senjata kecuali dalam sembilan peperangan:
  1. Perang Badar
  2. Perang Uhud
  3. Perang Khandaq 
  4. Perang Bani Quraizah
  5. Perang Bani Musthaliq
  6. Perang Khaibar
  7. Fathul Makkah
  8. Perang Hunain
  9. Perang Thai’f
Ini berdasarkan pendapat bahwa Makkah ditaklukkan dengan kekuatan (yakni dengan paksa, bukan dengan perdamaian). Ada juga yang berpendapat bahwa beliau kontak senjata ketika berperang di Wadil Qura, Al-Ghabah, dan Bani Nadhir. Wallahu a’lam.   Referensi: Tahdzib As-Sirah An-Nabawiyyah (diambil dari Tahdzib Al-Asma’ wa Al-Lughat karya Imam Nawawi). Cetakan kelima, Tahun 1429 H. Khalid bin ‘Abdirrahman Asy-Syayi’. Rabithah Al-‘Alam Al-Islami.   —- Ditulis oleh: Ruwaifi Tuasikal Dikoreksi oleh:  Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Ayah, Uang Bukan Segalanya untuk Bahagia

Ingatlah ayah! Selama ini banyak yang beranggapan bahwa uang bisa membuat siapa pun bahagia. Hal ini memang terbukti dari bagaimana uang bisa buat anak berhenti menangis setelah diberikan jajanan yang diinginkan. Ada uang pula, istri yang ingin perhiasan mahal bisa membelinya.  Namun, itukah hakikat bahagia sejati? Tidak, yang tadi disebutkan hanyalah kebahagiaan sesaat, bukan abadi.  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun, kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1051) Baca juga: Letak Kebahagiaan adalah di Hati Ingatlah ayah! Bahagia itu bukan pada harta yang dikumpulkan. Jika demikian, Firaun harusnya jadi orang yang paling berbahagia. Ingatlah ayah! Bahagia itu bukan dilihat dari jabatan. Jika demikian, Haman yang menjadi menterinya Firaun harusnya yang paling berbahagia. Ingat ayah! Hakikat bahagia yang abadi adalah jika kita mau taat kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185) Dalam bait syair dikatakan,

ولست أرى السعادة جمع مال : : : ولكن التقي هو السعيد

“Aku tidak menganggap kebahagiaan dari kumpulan harta. Akan tetapi, bahagia itu ada pada takwa.”   Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyebutkan sebab utama untuk bahagia adalah:
  1. Beriman dan beramal saleh
  2. Berbuat baik kepada makhluk dengan ucapan dan amalan, serta dengan berbagai perbuatan baik
  3. Menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh
  4. Mencurahkan pikiran untuk serius mengerjakan amalan hari ini, meninggalkan rasa khawatir tentang masa depan, dan menghilangkan kesedihan untuk hal yang telah berlalu
  5. Memperbanyak dzikir kepada Allah
  6. Memandang orang yang di bawah (yang lebih sengsara) dalam hal dunia
  7. Melupakan masa lalu yang jelek
  8. Tak perlu berkhayal yang jelek-jelek sehingga menjadi cemas, susah, sampai-sampai menderita penyakit jantung dan gangguan saraf
  9. Bersandar penuh dan tawakal kepada Allah
  10. Lebih banyak memikirkan nikmat yang banyak diberikan oleh Allah dibandingkan musibah
  Semoga para ayah bisa memahami hal ini dan diberi taufik untuk memperbaiki ketakwaan. Hanya Allah yang memberi hidayah untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.   Baca juga:  Antara Mencari Harta dengan Qana’ah dan Tamak Narimo Ing Pandum (Qana’ah) 5 Manfaat Memiliki Sifat Qana’ah — Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 10 Jumadil Akhir 1442 H, 21 Januari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Semoga Ayah Sudah Rutin Menjaga Shalat Lima Waktu

Untuk jadi ayah idaman, seorang ayah harus berubah. Berubahnya ayah harus dengan memperbaiki shalat yaitu rutin menjaga shalat lima waktu.  

+ Kenapa mesti dari shalat lima waktu?

– Ingat, shalat lima waktu itu tiangnya Islam. Tiang yang dimaksud adalah tiang pokok. Jika tiang ini baik, bangunan Islam tentu akan kokoh dan baik. Hal ini berbeda jika shalat lima waktu seringnya bolong-bolong. Orang yang meninggalkan shalat sampai disebut sesat sebagaimana dalam ayat,

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59) Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah disebutkan, Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257) Berarti sangat bahaya jika seorang ayah masih gemar meninggalkan shalat, walau itu satu shalat saja.  

+ Apakah ayah harus shalat di masjid berjamaah?

– Iya itu lebih baik. Karena orang yang buta saja, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam masih memerintahkan untuk berjamaah di masjid. Dari Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya di Madinah banyak terdapat singa dan binatang buas.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau mendengar hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falah? Maka penuhilah panggilan tersebut.’” (HR. Abu Daud, no. 553; An-Nasa’i, no. 852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).  

+ Kalau ada uzur bagaimana?

– Kalau ada uzur, ayah bisa shalat di rumah. Uzur yang dimaksud adalah: 1. Uzur umum: hujan deras (yang menyulitkan), jalan berlumpur (yang menyulitkan), angin kencang, cuaca sangat dingin di luar. 2. Uzur khusus: sakit, keadaan lapar atau haus dan sudah hadir makanan, takut ada mudarat (seperti saat wabah melanda). Semoga para ayah diberikan hidayah untuk rutin menjaga shalat dan rutin berjamaah di masjid.   — Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 8 Jumadil Akhir 1442 H, 21 Januari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Ayah Harus Ngaji (Belajar Agama)

Untuk jadi ayah idaman, seorang ayah harus berubah. Berubahnya ayah paling mudahnya adalah dengan mempelajari agama, ngaji, thalabul ‘ilmi.  

+ Kenapa harus belajar agama?

– Karena cara ayah untuk jadi baik dan berubah hanya dengan belajar agama. Dalam hadits Muawiyah bin Abi Sufyan disebutkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, Allah akan pahamkan dia dalam agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037) Baca juga: Biar Tertarik Belajar Agama (2)  

+ Manfaat belajar agama itu apa?

– Dengan belajar agama, seorang ayah semakin dekat dengan Allah dan semakin takut kepada-Nya.  Dalam ayat disebutkan,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang yang berilmu (para ulama).” (QS. Fathir: 28). Baca juga: Biar Tertarik Belajar Agama (1)  

+ Dari mana mulai belajar?

– Belajar dimulai dari perkara terpenting kemudian hal penting lainnya.  Seorang ayah haruslah mulai dari mempajari akidah dan tauhid, serta memahami syirik. Setelah itu, ia mempelajari perihal ibadah yang diperlukan tiap hari seperti bersuci dan cara shalat yang benar. Ia juga memerlukan ilmu yang ia aplikasikan dalam pekerjaannya seperti ilmu muamalat dan jual beli.  Intinya, ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu yang jika ditinggalkan akan melalaikan dari kewajiban atau menjerumuskan dalam hal haram. Baca juga:  Buku Referensi Belajar Islam dari Dasar 7 Alasan Kenapa Kita Harus Belajar Bahasa Arab — Saran kami untuk para ayah, teruslah belajar dengan sabar dan bertahap. Semoga terus istiqamah. Tetaplah luangkan waktu dalam sepekan untuk belajar agama walaupun menjadi orang super sibuk. Ini semua demi kebaikan ayah dan keluarga. Semoga Allah mudahkan. Baca juga:  — Disusun di Darush Sholihin Gunungkidul, 7 Jumadil Akhir 1442 H, 20 Januari 2021 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Hati-Hati Doa Jelek Orang Tua kepada Anak

Pertanyaan: Ustadz, apa yg kita ucapkan dan kita baca utk mendoakan anak ketika kesal atau “marah” terhadap anak ustadz? apa yg harus kita lakukan jika terlanjur berucap yg jelek kpd anak ustadz?jazakallaahu khairan ustadz Jawaban: Jangan sampai keluar doa jelek dari orang tua kepada anak. Karena bisa jadi doa tadi terkabul. Doa yang sudah terlanjur terucap, segeralah ganti dengan doa baik. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ

Janganlah kalian mendoakan kejelekan untuk diri kalian sendiri, dan janganlah kalian mendoakan kejelekan untuk anak-anak kalian, serta jangan mendoakan kejelekan untuk harta kalian. Janganlah kalian berdoa seperti itu karena boleh jadi bersesuaian dengan satu waktu dari Allah yang jika Dia diminta sesuatu pada waktu tersebut, Dia pasti mengabulkannya untuk kalian.” (HR. Muslim, no. 309) Baca juga: Jangan Doakan Jelek Anakmu —- Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com