Perilaku Anak adalah Cerminan dari Perilaku Orang Tua

Ayah bunda bisa buktikan sendiri. Perilaku anak adalah cerminan dari perilaku orang tua.  

Anak bisa meniru hal apa pun dari orang tua

  1. Ayah bunda yang segera mengerjakan shalat lima waktu pada awal waktu, anak pasti akan tepat waktu pula.
  2. Seorang ayah yang mengajak putranya untuk shalat berjamaah dan berdiri bersama anak dalam shaf, pasti anak semangat pula berjamaah ke masjid.
  3. Bunda yang benar-benar menutup aurat dengan pakaian syari, putrinya akan mudah meniru pakaian bundanya sendiri.
  4. Bunda yang berpenampilan syari ketika di luar rumah, termasuk pula dalam hal dandanan, tidak tabarruj (dandan menor), pasti akan ditiru oleh anak.
  5. Ayah bunda yang berusaha tahan emosi, tidak cepat marah, anak pasti juga demikian.
  6. Ayah bunda yang saling bekerjasama–misal dalam hal bersih-bersih rumah–, anak pun akan cepat meniru.
  7. Ayah bunda yang bersikap tidak boros atau berbelanja seperlunya, pasti anak akan meniru demikian.
  8. Ayah bunda yang tidak sampai bertengkar secara fisik di depan anak, pasti anak tidak akan menunjukkan kekuatan fisiknya di hadapan saudara atau temannya.
  9. Ayah bunda yang suka bergaul (bersosialisasi) akan membawa pengaruh juga pada anak.
  10. Ayah bunda yang gemar baca dan menelaah juga akan berpengaruh pada anak.
  11. Ayah bunda yang ramah dapat memberikan contoh bagi anak untuk melakukan tindakan yang sama.
  12. Ayah bunda yang tak bosan mengucapkan terima kasih (syukron, jazakumullah khoiron) pada orang lain yang berbuat baik, anak pun akan meniru hal yang sama.
  13. Hal yang simpel dalam hal meminta maaf kalau salah, dan mengucapkan salam ketika masuk rumah, sampai rajin membuang sampah, anak mesti akan meniru hal yang sama.
 

Walaupun selain dari orang tua, anak juga mendapat pengaruh dari yang lain 

Apa yang dilihat anak dapat menjadi dasar anak untuk bertingkah laku. Walaupun pada dasarnya pembentukan tingkah laku adalah hasil dari proses yang rumit, yaitu di antaranya terbentuk dari
  1. asal biologis
  2. lingkungan yang bukan hanya lingkungan keluarga.
  3. perilaku yang mereka lihat tidak hanya dari tingkah laku orangtua, namun apa yang mereka tonton, teman-teman mereka, dan guru mereka di sekolah.
 

Ayah bunda, jadilah lebih baik dari saat ini

Harusnya dengan adanya anak, ayah bunda semakin termotivasi menjadi lebih baik. Karena kita sebagai orang tua adalah contoh terdekat bagi anak-anak kita. Itulah kenapa Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah mengatakan pada anaknya,

لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ رَجَاءً أَنْ أُحْفَظَ فِيْكَ

“Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan supaya Allah selalu menjagamu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467)   Semoga Allah menganugerahkan pada anak kita qurrota a’yun, anak-anak yang saleh dan salehah yang menjadi penyejuk mata.  

Baca juga: Anak akan Selalu Mencontoh Perbuatan Orang Tuanya (Rumaysho.Com)

  — Catatan dari Muhammad Abduh Tuasikal Sabtu sore, 21 Syawal 1441 H Artikel Ruqoyyah.Com

Air Bekas Wudhu (Air Mustakmal), Apa Bisa Digunakan untuk Wudhu?

Air mustakmal adalah air bekas wudhu atau bersuci.  

Para ulama berselisih pendapat mengenai kesahan bersuci dengan air bekas bersuci untuk kedua kalinya.

Jumhur atau kebanyakan ulama berpendapat bahwa air mustakmal dalam mengangkat hadats, ia adalah air suci, akan tetapi tidak lagi menyucikan, ia tidak bisa mengangkat lagi hadats dan tidak bisa menghilangkan najis. Lihat Al-Mughni, 1:31 dan Al-Majmu‘, 1:150. Alasan kenapa air mustakmal tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum mereka sangat butuh air ketika safar. Namun mereka tidak mengumpulkan air mustakmal untuk digunakan pada waktu yang lain. Alasan ulama Syafiiyah yang disebutkan dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii (1:39) adalah sebab air mustakmal tidak digunakan lagi untuk bersuci adalah air mustakmal tidak lagi digolongkan sebagai air mutlak. Konsekuensinya, air mustakmal tidak bisa menghilangkan hadats, juga tidak bisa menghilangkan najis. Sedangkan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebagaimana dianut pula oleh Malikiyah dan Zhahiriyah bahwa air mustakmal masih bisa menghilangkan hadats besar dan hadats kecil, juga bisa menghilangkan najis. Ibnu Taimiyah mengatakan,

كل ما وقع عليه اسم الماء فهو طاهر طهور ، سواء كان مستعملا في طهر واجب ، أو مستحب أو غير مستحب

“Segala sesuatu yang masih kita sebut air, maka ia thahir (suci) dan thahur (menyucikan), baik air tersebut adalah bekas dari bersuci yang wajib, sunnah, atau yang bukan sunnah.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 19:236) Hadits yang mendukung bahwa air mustakmal itu masih suci dan menyucikan adalah,

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلىالله عليه وسلم – – إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ – أَخْرَجَهُ اَلثَّلَاثَةُ  وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya (hakikat) air adalah suci dan menyucikan, tak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya.” (HR. Abu Daud, no. 66; Tirmidzi, no. 66; An-Nasai, 1:174; Ahmad, 17:190. Hadits ini sahih karena memiliki penguat atau syawahid. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:29) Ibnul Mundzir dalam Al-Awsath fi As-Sunnan wa Al-Ijma’ wa Al-Ikhtilaf (1:288) berkata, “Para ulama sepakat bahwa tetesan yang tersisa pada anggota badan orang yang berwudhu atau mandi adalah suci, begitu pula tetesan pada pakaiannya juga suci. Hal ini yang menunjukkan masih sucinya air mustakmal. Kalau air tersebut suci, tidaklah ada masalah berwudhu dengan air tersebut. Karena yang menyatakan tidaklah boleh tidaklah punya pendukung dalam menyelisihi hal ini.” Syaikh Ibnu Baz sendiri memilih pendapat, air mustakmal itu masih thahur (suci dan menyucikan). Seandainya ada yang bersuci dengan menggunakan air mustakmal itu sah. Namun lebih hati-hatinya tidak menggunakannya demi meninggalkan hal yang masih ragu-ragu. Yang lebih hati-hati, tidak lagi menggunakan air mustakmal agar lepas dari perselisihan para ulama. Inilah yang lebih dipilih Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.
  Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Bolehkah Berwudhu dengan Menggunakan Air Hangat?

Bolehkah berwudhu dengan menggunakan air hangat?  

Penjelasan #01

Dalam Asna Al-Mathalib Mamzujan bi Raudh Ath-Thalib dalam Fikih Syafii disebutkan bahwa dimakruhkan (makruh tanzih) menggunakan air yang sangat panas atau sangat dingin karena keduanya mengakibatkan berwudhu tidak bisa sempurna. Jika tidak ada air selain keduanya dan waktu sangat sempit, maka wajib menggunakannya. Akan tetapi, jika khawatir ada mudarat, haram digunakan. Ini jelas sekali. وفي أسنى المطالب ممزوجاً بروض الطالب على الفقه الشافعي: (ويكره) تنزيها (شديد حرارة و) شديد (برودة) لمنع كل منها الإسباغ. نعم إن فقد غيره وضاق الوقت وجب استعماله أو خاف منه ضرراً حرم، وهو واضح. انتهى Fatwa Islamweb https://www.islamweb.net/ar/fatwa/70531/  

Penjelasan #02

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan: وقد وجد خلاف قديم في الماء المسخن هل يرفع الحدث أم لا ، والصواب أنه يرفعه ، بل يصبح ضروريا في البلاد الباردة ، لكن يكره إذا سخن بوقود نجس ، والله أعلم . Ada perbedaan ulama masa silam tentang air hangat apakah bisa mengangkat hadats ataukah tidak. Yang tepat, air hangat bisa mengangkat hadats, bahkan jadi suatu yang darurat di negeri yang dingin. Air hangat cuma dihukumi makruh jika dihangatkan dengn suatu yang najis. Wallahu a’lam. Fatwa Islamqa no. 1991 https://islamqa.info/ar/answers/1991/  

Kesimpulannya, tidak masalah menggunakan air hangat saat berwudhu.

 
  Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Air yang Bisa Digunakan untuk Berwudhu

Apa saja air yang bisa digunakan untuk berwudhu? – Air hujan. – Air sungai. – Air laut. – Mata air. – Air salju. – Air es. – Air sumur. Keterangan:
  • Air Suci : Air yang bisa digunakan untuk bersuci.
  • Air Najis : kebalikannya.
 

Dalil-dalil yang menunjukkan “hukum asal air itu suci”

Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29).

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.” (QS. Al Anfal: 11).

وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih” (QS. Al Furqon: 48). Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu   ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

Sesungguhnya (hakikat) air adalah suci dan menyucikan, tak ada sesuatu pun yang menajiskannya.” (HR. Abu Daud, no. 66; Tirmidzi, no. 66; An-Nasai, 1:174; Ahmad, 17:190. Hadits ini sahih karena memiliki penguat atau syawahid. Lihat Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:29).   Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Doa itu Ibadah

Ayah, bunda … Kita perlu pahamkan kepada anak-anak kita mengenai doa adalah ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Doa adalah ibadah” (HR. Abu Daud, no. 1479; Tirmidzi, 5:426; Ibnu Majah, no. 3828; Ahmad, 30:297-298. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih) Doa itu ada yang bentuknya ibadah dan ada bentuknya adalah pengajuan permintaan. Bentuk doa pertama disebut dengan doa ibadah. Bentuk doa kedua disebut dengan doa masalah. Kalau kita berdoa sehari-hari, berarti kita sedang mengajukan permintaan mengenai masalah-masalah kita. Ini disebut dengan doa masalah. Doa itu termasuk ibadah yang paling agung sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.” (QS. Al-Mu’min: 60). Di dalam ayat ini disebutkan bahwa doa adalah ibadah.  

Catatan tentang doa yang bisa diperhatikan oleh ayah bunda untuk diajarkan pada anak

1. Doa itu terkabul dalam tiga bentuk.Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad, 3:18. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid.) 2. Doa bisa memudahkan seorang muslim menjalani takdir dengan baik. Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ وَلاَ يَزِيدُ فِى الْعُمُرِ إِلاَّ الْبِرُّ

Yang dapat menolak takdir hanyalah doa. Yang dapat menambah umur hanyalah amalan kebaikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2139 dalam Kitab Al-Qadr, Bab “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa”. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 154, 1:286-288, menyatakan bahwa hadits ini hasan). 3. Doa dengan lirih itu lebih baik. Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205). Moga manfaat untuk ayah bunda.  

Referensi: 

Hushul Al-Ma’mu bi Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Cetakan kedua, Tahun 1430 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.   Ditulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Kisah Nabi Muhammad dari Lahir, Disusui Ibu Susu, Sampai Mudanya

Ayah Nabi Muhammad bernama ABDULLAH. Ayah beliau wafat ketika Nabi Muhammad berusia 2 bulan (masih di dalam kandungan). Ibunda Nabi Muhammad bernama AMINAH BINTI WAHB. Ibunda beliau wafat ketika Mabi Muhammad berumur 4 tahun (dalam versi yang lain disebutkan pada usia 6 tahun). Kakek Nabi Muhammad bernama ‘ABDUL MUTHTHALIB. Kakek beliau wafat ketika Nabi Muhammad berusia 8 tahun. Kemudian setelah kakek beliau meninggal, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diasuh oleh pamannya yaitu ABU THALIB. Saat bayi, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  disusukan kepada HALIMAH AS-SA’DIYAH. Selain itu Nabi Muhammad pernah disusukan pula pada TSUWAIBAH dan UMMU AYMAN. Ketika muda, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penggembala kambing. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengikuti paman-pamannya dalam perang Fijar saat berusia 14 atau 15 tahun.   Kenapa sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam punya ibu susu? Ada dua alasan: 1- Untuk menghindari polusi pergaulan kota dan untuk menghirup udara segar pedesaan. Apalagi kota Mekkah saat itu didatangi oleh banyak pengunjung yang berasal dari penjuru dunia dengan beragam jenis manusianya. Mereka datang untuk menunaikan haji, kunjungan hingga berdagang dan lainnya. Kondisi tersebut berpotensi mengotori pergaulan dan moral. 2- Bayi yang dikirim untuk diasuh di pedalaman dimaksudkan untuk membiasakan mereka berbahasa Arab yang bagus dan untuk menghindari kesalahan dalam berbahasa Arab. Pelajarannya, penting bagi kita untuk menjaga murninya bahasa Arab yang merupakan bahasa dari kitab suci kita.  

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
  Disusun oleh: Rumaysho Fathmah Tuasikal   Dikoreksi ulang oleh: Muhammad Abduh Tuasikal — Artikel Ruqoyyah.Com

Kenali Kelahiran Nabi Muhammad dan Nama-Nama Beliau

Kapan Nabi Muhammad lahir? Di mana beliau lahir? Apakah Nabi Muhammad memiliki nama-nama yang lain lagi?   Nabi Muhammad lahir di kota Mekkah pada hari Senin, pada bulan Rabiul Awwal dan lahir pada tahun gajah, 571 Masehi.   Nama Muhammad sendiri berarti yang terpuji di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat yang mulia yang luar biasa.   Nama-Nama Nabi Muhammad adalah:
  1. Abul Qasim
  2. Abu Ibrahim
  3. Ahmad (yang memuji Allah)
  4. Al-Mahi (yang menghapus kekafiran)
  5. Al-‘Aqib (Nabi yang terakhir)
  6. Al-Hasyir (Manusia dikumpulkan pada masa Muhammad)
  7. Nabiyyur Rahmah (Nabi pembawa Rahmat)
  8. Nabiyyut Taubah (Nabi yang mengajak untuk bertaubat)
  9. Al-Muqaffi (Mengikuti Nabi yang sebelumnya)
  10. Nabi Al-Malahim (Nabi yang berperang)
  11. Khatamun Nabiyyin (Penutup para Nabi)
  12. Abdullah (Hamba Allah)
  13. Al-Fatih (pembuka)
 

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
  Disusun oleh: Rumaysho Fathmah Tuasikal   Dikoreksi ulang oleh: Muhammad Abduh Tuasikal — Artikel Ruqoyyah.Com

Mengenal Syirik Khafi, Syirik Kecil, dan Syirik Besar

Ayah bunda … Syirik kita sudah tahu bersama adalah beribadah kepada selain Allah. Ada ulama yang membagi syirik menjadi: syirik khafi (samar), syirik ashgar (kecil), dan syirik akbar (besar). Contoh syirik khafi: riya (beramal ingin cari pujian orang lain). Contoh syirik ashgar: bersumpah atas nama selain Allah, memakai jimat. Contoh syirik akbar: menyembelih, nadzar, istighatsah, dan berdoa kepada selain Allah. Semoga anak-anak kita dapat memahami syirik sejak kecil. — Parenting Ruqoyyah Artikel Ruqoyyah.Com

Kiat untuk Anak dalam Menghidupkan Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Bagaimanakah mengajak anak menghidupkan sepuluh hari terakhir Ramadhan, terutama agar meraih lailatul qadar? 1. Rutinkan shalat Isya dan Shubuh berjamaah di rumah saat pandemi. Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan,

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

“Menghidupkan malam lailatul qadar itu bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjamaah.” Karena sekarang ini pemerintah dan MUI menyuruh kita di rumah, maka shalat Isya dan Shubuh hanya bisa dilakukan di rumah.  2. Rutinkan doa setiap malam: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNI (artinya: Ya Allah, Engkau itu Maha Menghapuskan Dosa, Engkau suka memberikan maaf, hapuskanlah dosaku). Hal ini sebagaimana dianjurkan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pada Aisyah. 3. Membaca Al-Qur’an ditemani ayah bunda semampunya. 4. Menghidupkan malam dengan shalat malam (shalat tarawih dan shalat tahajud).  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901) Akan tetapi, ayah bunda tetap melihat kemampuan anak. Kalau anak butuh istirahat malam, jangan dipaksakan oleh ayah bunda. Ini supaya menjaga anak terus semangat beribadah hingga akhir Ramadhan. Ingat, sebaik-baik amalan  adalah yang kontinu walau jumlahnya sedikit. Baca Juga: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com

Bintang Diciptakan untuk Tiga Tujuan Ini

Mengenai surat Al Mulk ayat 5, ulama pakar tafsir–Qatadah As-Sadusiy–mengatakan,

إِنَّ اللهَ جَلَّ ثَنَاؤُهُ إِنَّمَا خَلَقَ هَذِهِ النُّجُوْمَ لِثَلاَثِ خِصَالٍ: خَلَقَهَا زِيْنَةً لِلسَّمَاءِ الدُّنْيَا، وَرُجُوْمًا لِلشَّيَاطِيْنِ، وَعَلاَمَاتٍ يُهْتَدَي بِهَا ؛ فَمَنْ يَتَأَوَّلُ مِنْهَا غَيْرَ ذَلِكَ، فَقَدْ قاَلَ بِرَأْيِهِ، وَأَخْطَأَ حَظُّهُ، وَأَضَاعَ نَصِيْبَهُ، وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ بِهِ.

Sesungguhnya Allah hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan:
  1. sebagai hiasan langit dunia,
  2. sebagai pelempar setan, dan
  3. sebagai petunjuk arah.
Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabariy dalam Jami’ Al-Bayan fii Ta’wil Ay Al-Qur’an, 23: 508, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawiy mengatakan bahwa sanadnya hasan. Lihat Tafsir Juz Tabaarok, Syaikh Musthafa Al ‘Adawiy, hal. 20, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 1423 H) Barangsiapa yang membebani dirinya selain tiga hal ini (seperti yang dimaksud Qatadah di atas), dalam artian dia menyimpulkan hukum-hukum yang menunjukkan pergerakan dan sinkronisasi bintang, bahwa itu semua menunjukkan peristiwa di bumi, maka dia telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang demikian karena kebanyakan klaim dan perkataan mereka mengenai hal ini tidak lain hanya asumsi dan praduga yang penuh kedustaan dan klaim yang batil. Seluruh bintang-bintang yang ada di langit dunia tidak menutup kemungkinan keberadaannya berbeda tinggi satu dengan lainnya, sehingga langit dunia dikhususkan dari yang lain dengan adanya hiasan bintang-bintang. Wallahu a’lam. Alangkah indah syair yang dicantumkan oleh Imam Muhammad bin Ishaq di awal buku sirahnya untuk Zaid bin Amru bin Naufal terkait penciptaan langit, bumi, matahari, bulan, dll. Di antara bintang yang dikenal adalah bintang Syi’ra seperti disebutkan dalam ayat,

وَأَنَّهُۥ هُوَ رَبُّ ٱلشِّعْرَىٰ

Dan bahwasanya Dialah yang Rabb (yang memiliki) bintang syi’ra.” (QS. An-Najm: 49)  

Hikmah Diciptakannya Bintang

Hikmah pertama: Untuk melempar setan-setan yang akan mencuri berita langit. Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat Al Mulk,

وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ

Dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 5) Setan mencuri berita langit dari para malaikat langit. Lalu ia akan meneruskannya pada tukang ramal. Akan tetapi, Allah senantiasa menjaga langit dengan percikan api yang lepas dari bintang, maka binasalah para pencuri berita langit tersebut. Apalagi ketika diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, langit terus dilindungi dengan percikan api. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا, وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا

Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (QS. Al-Jin: 9-10). Berita langit yang setan tersebut curi sangat sedikit sekali. Hikmah kedua: Sebagai penunjuk arah seperti rasi bintang yang menjadi penunjuk bagi nelayan di laut.

وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ

Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 16). Allah menjadikan bagi para musafir tanda-tanda yang mereka dapat gunakan sebagai petunjuk di bumi dan sebagai tanda-tanda di langit. * Bintang sebagai tanda arah. Juga bintang sebagai tanda pergantian waktu atau pergantian musim. Hikmah ketiga: Sebagai penerang dan penghias langit dunia. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang.” (QS. Al Mulk: 5)

إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ

Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.” (QS. Ash-Shafaat: 6). Istilah kawkab adalah untuk bintang-bintang besar. Sedangkan nujum adalah istilah untuk bintang yang kecil maupun yang besar. (Disebutkan dalam Al-Furuq Al-Lughawiyyah, hlm. 301 oleh Al-‘Askari, dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 228868)

Baca Juga: Mau Tahu Hikmah Adanya Galaksi dan Pelangi?

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
  3. Tulisan Rumaysho.Com
  — Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ruqoyyah.Com